sejarah hidup nabi muhammad bag 6


 
	BAGIAN KEEMPAT: DARI PERKAWINAN SAMPAI MASA KERASULANNYA (2/2)
	Muhammad Husain Haekal
	
	Kehidupan Muhammad dalam usia demikian itu  ternyata  tenteram
	adanya.  Kalau tidak karena kehilangan kedua anaknya itu tentu
	itulah hidup yang sungguh nikmat dirasakan  bersama  Khadijah,
	yang  setia  dan  penuh  kasih,  hidup sebagai ayah-bunda yang
	bahagia  dan  rela.  Oleh  karena  itu  wajar  sekali  apabila
	Muhammad  membiarkan dirinya berjalan sesuai dengan bawaannya,
	bawaan berpikir dan bermenung, dengan mendengarkan  percakapan
	masyarakatnya  tentang  berhala-berhala,  serta  apa pula yang
	dikatakan orang-orang Nasrani dan Yahudi tentang  diri  mereka
	itu.  Ia  berpikir  dan merenungkan. Di kalangan masyarakatnya
	dialah orang yang paling banyak berpikir  dan  merenung.  Jiwa
	yang   kuat  dan  berbakat  ini,  jiwa  yang  sudah  mempunyai
	persiapan kelak akan menyampaikan risalah  Tuhan  kepada  umat
	manusia,  serta  mengantarkannya  kepada kehidupan rohani yang
	hakiki, jiwa demikian tidak mungkin berdiam diri saja  melihat
	manusia  yang  sudah  hanyut  ke dalam lembah kesesatan. Sudah
	seharusnya  ia  mencari  petunjuk  dalam  alam  semesta   ini,
	sehingga  Tuhan  nanti  menentukannya  sebagai orang yang akan
	menerima risalahNya. Begitu besar  dan  kuatnya  kecenderungan
	rohani  yang  ada  padanya,  ia tidak ingin menjadikan dirinya
	sebangsa dukun atau ingin menempatkan diri sebagai ahli  pikir
	seperti  ,  dilakukan  oleh  Waraqa b. Naufal dan sebangsanya.
	Yang dicarinya hanyalah  kebenaran  semata.  Pikirannya  penuh
	untuk  itu,  banyak  sekali ia bermenung. Pikiran dan renungan
	yang berkecamuk dalam hatinya itu  sedikit  sekali  dinyatakan
	kepada orang lain.
	
	Sudah  menjadi  kebiasaan  orang-orang  Arab  masa  itu  bahwa
	golongan berpikir mereka  selama  beberapa  waktu  tiap  tahun
	menjauhkan   diri   dari   keramaian   orang,  berkhalwat  dan
	mendekatkan diri kepada tuhan-tuhan mereka dengan bertapa  dan
	berdoa,    mengharapkan   diberi   rejeki   dan   pengetahuan.
	Pengasingan  untuk  beribadat  semacam  ini   mereka   namakan
	tahannuf dan tahannuth.6
	
	Di  tempat  ini  rupanya  Muhammad mendapat tempat yang paling
	baik guna mendalami pikiran dan renungan yang berkecamuk dalam
	dirinya.  Juga  di  tempat ini ia mendapatkan ketenangan dalam
	dinnya serta obat penawar hasrat hati yang  ingin  menyendiri,
	ingin  mencari  jalan  memenuhi kerinduannya yang selalu makin
	besar, ingin mencapai ma'rifat serta mengetahui  rahasia  alam
	semesta.
	
	Di  puncak  Gunung  Hira,  - sejauh dua farsakh7 sebelah utara
	Mekah -terletak  sebuah  gua  yang  baik  sekali  buat  tempat
	menyendiri  dan  tahannuth. Sepanjang bulan Ramadan tiap tahun
	ia pergi ke sana dan berdiam di tempat itu, cukup hanya dengan
	bekal  sedikit  yang  dibawanya.  Ia  tekun dalam renungan dan
	ibadat,  jauh  dari  segala  kesibukan  hidup  dan   keributan
	manusia. Ia mencari Kebenaran, dan hanya kebenaran semata.
	
	Demikian  kuatnya  ia  merenung mencari hakikat kebenaran itu,
	sehingga lupa ia akan dirinya, lupa makan,  lupa  segala  yang
	ada  dalam  hidup  ini.  Sebab,  segala  yang dilihatnya dalam
	kehidupan manusia sekitarnya,  bukanlah  suatu  kebenaran.  Di
	situ  ia  mengungkapkan  dalam  kesadaran batinnya segala yang
	disadarinya. Tambah tidak suka lagi ia akan  segala  prasangka
	yang pernah dikejar-kejar orang.
	
	Ia  tidak  berharap kebenaran yang dicarinya itu akan terdapat
	dalam  kisah-kisah  lama  atau  dalam   tulisan-tulisan   para
	pendeta,  melainkan dalam alam sekitarnya: dalam luasan langit
	dan bintang-bintang, dalam bulan dan  matahari,  dalam  padang
	pasir  di  kala  panas  membakar  di bawah sinar matahari yang
	berkilauan.  Atau  di  kala  langit  yang  jernih  dan  indah,
	bermandikan  cahaya  bulan  dan bintang yang sedap dan lembut,
	atau dalam laut dan deburan ombak, dan dalam segala  yang  ada
	di  balik  itu,  yang  ada hubungannya dengan wujud ini, serta
	diliputi seluruh kesatuan wujud. Dalam alam itulah ia  mencari
	Hakekat Tertinggi. Dalam usaha mencapai itu, pada saat-saat ia
	menyendiri demikian jiwanya  membubung  tinggi  akan  mencapai
	hubungan   dengan  alam  semesta  ini,  menembusi  tabir  yang
	menyimpan semua rahasia. Ia tidak memerlukan permenungan  yang
	panjang  guna  mengetahui  bahwa  apa  yang oleh masyarakatnya
	dipraktekkan dalam soal-soal  hidup  dan  apa  yang  disajikan
	sebagai  kurban-kurban  untuk  tuhan-tuhan  mereka  itu, tidak
	membawa  kebenaran  samasekali.  Berhala-berhala  yang   tidak
	berguna, tidak menciptakan dan tidak pula mendatangkan rejeki,
	tak dapat memberi perlindungan kepada  siapapun  yang  ditimpa
	bahaya.  Hubal,  Lat  dan  'Uzza,  dan semua patung-patung dan
	berhala-berhala  yang  terpancang  di  dalam  dan  di  sekitar
	Ka'bah,  tak  pernah menciptakan, sekalipun seekor lalat, atau
	akan mendatangkan suatu kebaikan bagi Mekah.
	
	Tetapi! Ah, di mana gerangan kebenaran itu! Gerangan  di  mana
	kebenaran  dalam  alam  semesta  yang  luas  ini,  luas dengan
	buminya, dengan lapisan-lapisan langit dan bintang-bintangnya?
	Adakah  barangkali  dalam  bintang  yang  berkelip-kelip, yang
	memancarkan cahaya dan kehangatan kepada  manusia,  dari  sana
	pula  hujan  diturunkan,  sehingga karenanya manusia dan semua
	makhluk yang ada di muka bumi ini hidup dari air, dari  cahaya
	dan  kehangatan  udara?  Tidak! Bintang-bintang itu tidak lain
	adalah  benda-benda  langit  seperti  bumi  ini   juga.   Atau
	barangkali  di  balik  benda-benda  itu terdapat eter yang tak
	terbatas, tak berkesudahan?
	
	Tetapi apa eter itu? Apa hidup yamg kita alami  sekarang,  dan
	besok  akan  berkesudahan?  Apa  asalnya,  dan  apa sumbernya?
	Kebetulan sajakah bumi ini dijadikan dan dijadikan  pula  kita
	di  dalamnya? Tetapi, baik bumi atau hidup ini sudah mempunyai
	ketentuan yang pasti yang tak berubah-ubah, dan tidak  mungkin
	bila  dasarnya hanya kebetulan saja. Apa yang dialami manusia,
	kebaikan atau keburukan, datang atas kehendak manusia sendiri,
	ataukah itu sudah bawaannya sendiri pula sehingga tak kuasa ia
	memilih yang lain?
	
	Masalah-masalah kejiwaan dan kerohanian serupa itu,  itu  juga
	yang  dipikirkan  Muhammad  selama  ia  mengasingkan  diri dan
	bertekun dalam Gua Hira'. Ia ingin melihat Kebenaran  itu  dan
	melihat   hidup  itu  seluruhnya.  Pemikirannya  itu  memenuhi
	jiwanya, memenuhi jantungnya, pribadinya dan seluruh wujudnya.
	Siang  dan  malam  hal  ini menderanya terus menerus. Bilamana
	bulan Ramadan sudah berlalu dan ia  kembali  kepada  Khadijah,
	pengaruh  pikiran yang masih membekas padanya membuat Khadijah
	menanyakannya selalu, karena diapun ingin  lega  hatinya  bila
	sudah diketahuinya ia dalam sehat dan afiat.
	
	Dalam  melakukan  ibadat  selama  dalam  tahannuth  itu adakah
	Muhammad menganut sesuatu  syariat  tertentu?  Dalam  hal  ini
	ulama-ulama  berlainan  pendapat.  Dalam Tarikh-nya Ibn Kathir
	menceritakan sedikit tentang pendapat-pendapat mereka mengenai
	syariat  yang  digunakannya  melakukan  ibadat  itu:  Ada yang
	mengatakan menurut syariat Nuh, ada  yang  mengatakan  menurut
	Ibrahim,  yang  lain  berkata  menurut  syariat Musa, ada yang
	mengatakan menurut Isa dan  ada  pula  yang  mengatakan,  yang
	lebih  dapat dipastikan, bahwa ia menganut sesuatu syariat dan
	diamalkannya. Barangkali  pendapat  yang  terakhir  ini  lebih
	tepat daripada yang sebelumnya. Ini adalah sesuai dengan dasar
	renungan dan pemikiran yang menjadi kedambaan Muhammad.
	
	Tahun telah berganti tahun dan  kini  telah  tiba  pula  bulan
	Ramadan. Ia pergi ke Hira', ia kembali bermenung, sedikit demi
	sedikit ia bertambah matang, jiwanyapun semakin penuh. Sesudah
	beberapa  tahun jiwa yang terbawa oleh Kebenaran Tertinggi itu
	dalam tidurnya bertemu dengan mimpi  hakiki  yang  memancarkan
	cahaya  kebenaran  yang  selama ini dicarinya Bersamaan dengan
	itu pula dilihatnya hidup yang sia-sia, hidup tipu-daya dengan
	segala macam kemewahan yang tiada berguna.
	
	Ketika  itulah ia percaya bahwa masyarakatnya telah sesat dari
	jalan yang benar, dan  hidup  kerohanian  mereka  telah  rusak
	karena    tunduk    kepada    khayal   berhala-berhala   serta
	kepercayaan-kepercayaan  semacamnya  yang  tidak  kurang  pula
	sesatnya.  Semua yang sudah pernah disebutkan oleh kaum Yahudi
	dan kaum Nasrani tak dapat menolong mereka dari kesesatan itu.
	Apa  yang  disebutkan  mereka  itu masing masing memang benar;
	tapi masih mengandung  bermacam-macam  takhayul  dan  pelbagai
	macam  cara  paganisma,  yang  tidak  mungkin  sejalan  dengan
	kebenaran  sejati,  kebenaran  mutlak  yang  sederhana,  tidak
	mengenal   segala  macam  spekulasi  perdebatan  kosong,  yang
	menjadi pusat perhatian kedua golongan  Ahli  Kitab  itu.  Dan
	Kebenaran  itu ialah Allah, Khalik seluruh alam, tak ada tuhan
	selain Dia. Kebenaran itu ialah Allah Pemelihara semesta alam.
	Dialah  Maha  Rahman dan Maha Rahim. Kebenaran itu ialah bahwa
	manusia   dinilai   berdasarkan   perbuatannya.   "Barangsiapa
	mengerjakan  kebaikan  seberat  atompun  akan  dilihatNya. Dan
	barangsiapa  mengerjakan  kejahatan   seberat   atompun   akan
	dilihatNya  pula."  (Qur'an, 99:7-8) Dan bahwa surga itu benar
	adanya dan nerakapun benar adanya. Mereka yang menyembah tuhan
	selain Allah mereka itulah menghuni neraka, tempat tinggal dan
	kediaman yang paling durhaka.
	
	Muhammad sudah menjelang usia empatpuluh tahun.  Pergi  ia  ke
	Hira'  melakukan  tahannuth.  Jiwanya  sudah  penuh  iman atas
	segala apa yang telah dilihatnya dalam mimpi  hakiki  itu.  Ia
	telah  membebaskan  diri  dari  segala  kebatilan. Tuhan telah
	mendidiknya, dan didikannya baik sekali. Dengan sepenuh  kalbu
	ia  menghadapkan  diri  ke  jalan lurus, kepada Kebenaran yang
	Abadi. Ia telah menghadapkan diri kepada Allah dengan  seluruh
	jiwanya  agar  dapat  memberikan  hidayah dan bimbingan kepada
	masyarakatnya yang sedang hanyut dalam lembah kesesatan.
	
	Dalam hasratnya menghadapkan diri itu ia bangun tengah  malam,
	kalbu  dan  kesadarannya  dinyalakan. Lama sekali ia berpuasa,
	dengan begitu renungannya dihidupkan. Kemudian ia  turun  dari
	gua  itu,  melangkah ke jalan-jalan di sahara. Lalu ia kembali
	ke tempatnya berkhalwat,  hendak  menguji  apa  gerangan  yang
	berkecamuk  dalam  perasaannya itu, apa gerangan yang terlihat
	dalam mimpi itu? Hal serupa itu berjalan  selama  enam  bulan,
	sampai-sampai  ia  merasa  kuatir  akan  membawa  akibat  lain
	terhadap  dirinya.  Oleh  karena  itu   ia   menyatakan   rasa
	kekuatirannya  itu  kepada  Khadijah dan menceritakan apa yang
	telah dilihatnya. Ia kuatir kalau-kalau  itu  adalah  gangguan
	jin.
	
	Tetapi  isteri  yang  setia  itu  dapat menenteramkan hatinya.
	dikatakannya bahwa dia adalah al-Amin, tidak mungkin jin  akan
	mendekatinya,  sekalipun  memang tidak terlintas dalam pikiran
	isteri  atau  dalam  pikiran  suami  itu,  bahwa  Allah  telah
	mempersiapkan  pilihanNya itu dengan memberikan latihan rohani
	sedemikian rupa guna menghadapi saat yang dahsyat, berita yang
	dahsyat,  yaitu  saat  datangnya  wahyu pertama. Dengan itu ia
	dipersiapkan untuk membawakan pesan dan risalah yang besar.
	
	Tatkala ia sedang dalam keadaan tidur dalam  gua  itu,  ketika
	itulah datang malaikat membawa sehelai lembaran seraya berkata
	kepadanya: "Bacalah!" Dengan terkejut Muhammad menjawab: "Saya
	tak   dapat   membaca".   Ia   merasa   seolah  malaikat  itu
	mencekiknya, kemudian dilepaskan  lagi  seraya  katanya  lagi:
	"Bacalah!"  Masih  dalam  ketakutan akan dicekik lagi Muhammad
	menjawab: "Apa yang akan saya baca." Seterusnya  malaikat  itu
	berkata:  "Bacalah!  Dengan  nama  Tuhanmu  Yang  menciptakan.
	Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan  Tuhanmu
	Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan Pena. Mengajarkan kepada
	manusia apa yang belum diketahuinya ..." (Qur'an 96:1-5)
	
	Lalu ia mengucapkan bacaan  itu.  Malaikatpun  pergi,  setelah
	kata-kata itu terpateri dalam kalbunya.8
	
	Tetapi  kemudian ia terbangun ketakutan, sambil bertanya-tanya
	kepada dirinya:  Gerangan  apakah  yang  dilihatnya?!  Ataukah
	kesurupan  yang  ditakutinya  itu  kini  telah menimpanya?! Ia
	menoleh ke kanan dan ke kiri, tapi  tak  melihat  apa-apa.  Ia
	diam  sebentar,  gemetar  ketakutan.  Kuatir  ia akan apa yang
	terjadi dalam gua itu. Ia lari dari tempat itu. Semuanya serba
	membingungkan.   Tak  dapat  ia  menafsirkan  apa  yang  telah
	dilihatnya itu.
	
	Cepat-cepat ia  pergi  menyusuri  celah-celah  gunung,  sambil
	bertanya-tanya  dalam hatinya: siapa gerangan yang menyuruhnya
	membaca itu?! Yang pernah dilihatnya sampai saat itu sementara
	dia  dalam  tahannuth,  ialah  mimpi hakiki yang memancar dari
	sela-sela renungannya, memenuhi dadanya, membuat jalan yang di
	hadapannya  jadi  terang-benderang,  menunjukkan kepadanya, di
	mana kebenaran itu. Tirai gelap yang selama itu  menjerumuskan
	masyarakat  Quraisy  ke dalam lembah paganisma dan penyembahan
	berhala, jadi terbuka.
	
	Sinar  terang-benderang  yang  memancar  di   hadapannya   dan
	kebenaran  yang  telah  menunjukkan jalan kepadanya itu, ialah
	Yang Tunggal Maha Esa.  Tetapi  siapakah  yang  telah  memberi
	peringatan tentang itu, dan bahwa Dia yang menicptakan manusia
	dan bahwa Dia  Yang  Maha  Pemurah,  Yang  mengajarkan  kepada
	manusia dengan pena, mengajarkan apa yang belum diketahuinya?
	
	Ia  memasuki  pegunungan  itu  masih  dalam  ketakutan,  masih
	bertanya-tanya. Tiba-tiba ia mendengar ada suara memanggilnya.
	Dahsyat   sekali  terasa.  Ia  melihat  ke  permukaan  langit.
	Tiba-tiba yang terlihat adalah malaikat dalam bentuk  manusia.
	Dialah yang memanggilnya. Ia makin ketakutan sehingga tertegun
	ia di tempatnya. Ia memalingkan muka dari yang dilihatnya itu.
	Tetapi  dia  masih  juga  melihatnya  di  seluruh ufuk langit.
	Sebentar  melangkah  maju  ia,  sebentar  mundur,  tapi   rupa
	malaikat  yang sangat indah itu tidak juga lalu dari depannya.
	Seketika lamanya ia dalam keadaan  demikian.  Dalam  pada  itu
	Khadijah  telah  mengutus  orang  mencarinya ke dalam gua tapi
	tidak menjumpainya.
	
	Setelah rupa malaikat itu  menghilang  Muhammad  pulang  sudah
	berisi wahyu yang disampaikan kepadanya. Jantungnya berdenyut,
	hatinya berdebar-debar ketakutan. Dijumpainya Khadijah  sambil
	ia  berkata:  "Selimuti  aku!"  Ia segera diselimuti. Tubuhnya
	menggigil seperti dalam  demam.  Setelah  rasa  ketakutan  itu
	berangsur  reda  dipandangnya  isterinya dengan pandangan mata
	ingin mendapat kekuatan.
	
	"Khadijah, kenapa aku?" katanya. Kemudian  diceritakannya  apa
	yang  telah  dilihatnya,  dan dinyatakannya rasa kekuatirannya
	akan teperdaya oleh kata hatinya atau akan jadi  seperti  juru
	nujum saja.
	
	Seperti  juga ketika dalam suasana tahannuth dan dalam suasana
	ketakutannya  akan  kesurupan   Khadijah   yang   penuh   rasa
	kasih-sayang,  adalah  tempat  ia  melimpahkan  rasa damai dan
	tenteram kedalam hati yang besar itu, hati yang  sedang  dalam
	kekuatiran  dan  dalam  gelisah.  Ia tidak memperlihatkan rasa
	kuatir atau rasa curiga. Bahkan dilihatnya ia dengan pandangan
	penuh hormat, seraya berkata:
	
	"O  putera  pamanku.9 Bergembiralah, dan tabahkan hatimu. Demi
	Dia Yang  memegang  hidup  Khadijah,10  aku  berharap  kiranya
	engkau  akan  menjadi  Nabi  atas  umat  ini. Samasekali Allah
	takkan mencemoohkan kau; sebab engkaulah yang mempererat  tali
	kekeluargaan,  jujur  dalam  kata-kata,  kau  yang mau memikul
	beban orang lain dan menghormati tamu dan menolong mereka yang
	dalam kesulitan atas jalan yang benar."
	
	Muhammad  sudah  merasa  tenang kembali. Dipandangnya Khadijah
	dengan mata penuh terimakasih dan rasa kasih. Sekujur badannya
	sekarang terasa sangat letih dan perlu sekali ia tidur. Ia pun
	tidur, tidur  untuk  kemudian  bangun  kembali  membawa  suatu
	kehidupan  rohani  yang  kuat,  yang  luarbiasa kuatnya. Suatu
	kellidupan  yang  sungguh  dahsyat  dan  mempesonakan.  Tetapi
	kehidupan  yang  penuh  pengorbanan,  yang tulus-ikhlas semata
	untuk Allah, untuk kebenaran dan untuk perikemanusiaan. Itulah
	Risalah Tuhan yang akan diteruskan dan disampaikan kepada umat
	manusia dengan cara  yang  lebih  baik,  sehingga  sempurnalah
	cahaya Allah, sekalipun oleh orang-orang kafir tidak disukai.
	
	Catatan kaki:
	
	 1 Berdasarkan pada sebagian besar ahli genekologi,
	   bahwa putera-putera Nabi s.a.w. dari Khadijah dua
	   orang: al-Qasim dan Abdullah, yang diberi julukan
	   at-Tahir dan at-Tayyib. Ada juga yang mengatakan tiga,
	   ada pula yang mengatakan empat orang.
	   
	 2 Mungkin nama ini sudah diarabkan (A)
	   
	 3 Bangunan itu terdiri dari empat sudut dikenal dengan
	   nama-nama sudut utara, ar-rukn'l-iraqi (Irak), sudut
	   selatan, ar-rukn'l-yamani, sudut barat, ar-rukn'l-syami
	   dan sudut timur, ar-rukn'l-aswad (A)
	   
	 4 Hubal, Lat, 'Uzza dan Manat adalah berhala-berhala
	   sembahan Arab pagan. Konon kabarnya Hubal berhala
	   terbesar yang tinggal dalam Ka'bah, dibuat dari batu
	   akik dalam bentuk manusia (lihat halaman 21-22).
	   Keterangan tentang tuhan-tuhan wanita Lat. 'Uzza dan
	   Manat berbeda-beda mengenai bentuknya. Katanya Lat
	   dalam bentuk manusia juga, 'Uzza berhala kaum Thaqif.
	   'Uzza pada mulanya adalah pohon suci, terletak di
	   antara Mekah dengan Ta'if. Manat merupakan batu putih,
	   berhala kaum Hudhail dan Khuza'a. Ketiga-tiganya itu
	   berbentuk wanita. (A)
	   
	 5 Usman b. 'Affan, Khalifah ketiga. Setelah Ruqayya
	   diceraikan oleh 'Utba diambil isteri oleh Usman b.
	   'Affan. Setelah Umm Kulthum dewasa kawin dengan
	   'Utaiba, lalu diceraikan pula. Sesudah dalam tahun ke-2
	   H. Ruqayya wafat, Usman kawin dcngan Umm Kulthum. Ia
	   meninggal dalam tahun ke-9 H. di Medinah (A).
	   
	 6 Tahannuf atau tahannafa, mungkin asal katanya seakar
	   dengan hanif, yang berarti 'cenderung kepada kebenaran'
	   'meninggalkan berhala dan beribadat kepada Allah' (LA)
	   atau sebaliknya dari perbuatan syirik. (Bandingkan
	   Qur'an, 2: 135; 10: 105). Tahannuth atau tahannatha,
	   beribadat dan menjauhi dosa; mendekatkan diri kepada
	   Tuhan' (N). 'Beribadat dan menjauhi berhala, seperti
	   tahannatha (LA). Dalam terjemahan selanjutnya kedua
	   kata ini tidak diterjemahkan (A).
	   
	 7 Bahasa Persia, parsang, ukuran panjang dahulu kala,
	   kira-kira 3.5 mil atau hampir 6 km. (A).
	   
	 8 Demikian buku-buku sejarah yang mula-mula
	   menceritakan. Ibn Ishaq juga ke sana dasarnya. Demikian
	   juga yang datang kemudian banyak yang menceritakan
	   begitu. Hanya saja sebagian mereka berpendapat bahwa
	   permulaan wahyu itu datang ia dalam keadaan jaga dan di
	   waktu siang, dengan menyebutkan sebuah keterangan
	   melalui Jibril yang menenteramkan hati Muhammad ketika
	   dilihatnya dalam ketakutan. Ibn Kathir dalam Tarikh-nya
	   menyebutkan sumber yang dibawa oleh al-Hafiz Abu Na'im
	   al-Ashbahani dalam bukunya Dala'il'n-Nubawa dari
	   'Alqama bin Qais, bahwa "Yang mula-mula didatangkan
	   kepada para nabi itu mereka dalam keadaan tidur (dengan
	   maksud) supaya hati mereka tenteram. Sesudah itu
	   kemudian wahyu turun. Dan ditambahkan: "Ini yang
	   dikatakan 'Alqama ibn Qais sendiri, suatu keterangan
	   yang baik, diperkuat oleh yang datang sebelum dan
	   sesudahnya."
	   
	 9 Suatu kebiasaan orang Arab memanggil orang yang
	   dianggap seturunan. Muhammad dan Khadijah dari nenek
	   moyang yang sama, yakni Qushayy (A).
	
	10 Suatu pernyataan sumpah yang biasa diucapkan pada
	   masa itu, maksudnya "Demi Allah" (A)
 
	---------------------------------------------
	S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
	oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
	diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
	Penerbit PUSTAKA JAYA
	Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
	Cetakan Kelima, 1980
 
	Seri PUSTAKA ISLAM No.1